Logo Harian.news

SE Larangan Tahan Ijazah, Disnaker Sulsel Gercep Siapkan Sejumlah Langkah Preventif

Editor : Rasdianah Jumat, 23 Mei 2025 19:48
Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Provinsi Sulawesi Selatan, Jayadi Nas. Foto: dok
Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Provinsi Sulawesi Selatan, Jayadi Nas. Foto: dok

HARIAN.NEWS, MAKASSAR – Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Provinsi Sulawesi Selatan, Jayadi Nas, menyatakan dukungannya terhadap Surat Edaran (SE) Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia terkait larangan penahanan ijazah dan sertifikat milik karyawan oleh perusahaan.

Sehingga, setelah adanya SE tersebut, pihaknya bergerak cepat (gercep) langsung menyiapkan langkah preventif.

“Kami telah menyampaikan edaran ke sejumlah serikat buruh yang ada di Sulsel. Ini adalah bagian dari langkah antisipatif agar semua pihak tahu dan taat. Kami tidak akan main-main dalam menegakkan aturan ini,” ujarnya saat dikonfirmasi harian.news, Jumat (23/5/2025).

Baca Juga : May Day 2025, Disnakertrans Sulsel Umumkan Pembentukan Desk Ketenagakerjaan

Langkah ini, kata Jayadi, bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan sekaligus menjadi peringatan bagi pengusaha agar tidak melanggar aturan.

Ia menambahkan, Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Sulsel juga menyiapkan pengawasan ketat di lapangan. Para pengawas ketenagakerjaan akan dikerahkan untuk menindaklanjuti jika ditemukan praktik penahanan ijazah.

“Kalau ada kasus, pengawas akan turun langsung. Tidak boleh ada penundaan. Penegakan harus dilakukan di tempat,” kata Jayadi menegaskan.

Baca Juga : Pemprov Akan Perkuat Perlindungan Pekerja Rentan di Sulsel

Menurutnya, hak pekerja tidak boleh dikompromikan dengan dalih apa pun, termasuk upaya menahan dokumen penting seperti ijazah.

“Kami sepakat dengan SE Kementerian Ketenagakerjaan. Kasihan para pekerja jika dibelenggu dengan suasana di mana ijazah dan sertifikat mereka dijadikan tameng untuk menjerat. Itu tidak boleh terjadi,” tegasnya

Jayadi menyebut, ijazah merupakan hak pribadi setiap individu yang tidak boleh digunakan sebagai alat kontrol oleh perusahaan.

Baca Juga : PLN UID Sulselrabar Gaungkan Kesadaran K3

Terlebih, saat seseorang ingin mencari pekerjaan yang lebih baik, penahanan ijazah bisa menjadi penghambat serius terhadap masa depannya.

“Dokumen itu adalah hak pekerja. Tidak boleh seorang pengusaha menahan ijazah sebagai jaminan atau bentuk tekanan. Karena itu, surat edaran dari Menteri Ketenagakerjaan harus kami tindaklanjuti dengan serius di Sulawesi Selatan,” lanjut Jayadi.

Jayadi menegaskan, dalam hal ini, Disnaker Sulsel belum pernah menerima laporan resmi terkait kasus penahanan ijazah di wilayahnya. Namun, menurut Jayadi, hal ini tidak membuat pihaknya lengah atau menganggap sepele potensi pelanggaran tersebut.

Baca Juga : Pemprov Dorong 40 Ribu Perusahaan di Sulsel Sadar K3 dan Kepatuhan BPJS-TK

“Kalau suatu saat ditemukan, kami tidak akan ragu menindak,” katanya.

Jayadi berharap dunia usaha di Sulawesi Selatan semakin terbuka terhadap prinsip kerja yang adil dan menghargai hak-hak pekerja.

Ia juga mengajak semua pihak, termasuk serikat pekerja, pengusaha, dan masyarakat untuk mengawasi bersama jalannya aturan ini.

“Ini bukan hanya soal hukum, tapi soal keadilan dan kemanusiaan. Kita harus jaga bersama agar pekerja kita merasa aman, dihargai, dan bisa berkembang,” ujarnya.

Ke depan, Dinas Ketenagakerjaan Sulsel berkomitmen untuk terus memantau praktik hubungan industrial di perusahaan-perusahaan. Penegakan aturan disebutnya akan dilakukan secara transparan dan tegas.

“Pengusaha harus tahu bahwa era sekarang adalah era keterbukaan. Tidak ada tempat untuk praktik-praktik yang menekan atau melanggar hak pekerja,” kata Jayadi.

Terkait pandangan beberapa pengamat yang menyebut penahanan ijazah sebagai bentuk pengamanan bagi perusahaan, Jayadi membantah keras argumen tersebut.

Menurutnya, hubungan kerja tidak boleh dimulai dengan saling curiga atau bahkan menyandera.

“Menurut saya itu tidak perlu harus menahan ijazah. Perusahaan kan punya sistem, ada aturan dan kontrak kerja. Semua bisa diatur secara profesional tanpa harus menekan pekerja,” ungkapnya.

Ia juga mengingatkan bahwa praktik saling menyandera ini justru dapat berdampak buruk terhadap psikologis kedua belah pihak, baik pengusaha maupun pekerja itu sendiri.

“Kalau dari awal sudah ada upaya menyandera, itu bisa ganggu psikologi. Baik bagi pemberi kerja maupun penerima kerja. Harus ada rasa percaya dan profesionalisme,” lanjutnya.

PENULIS: GITA OKTAVIOLA

Baca berita lainnya Harian.news di Google News

Redaksi Harian.news menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: [email protected]

Follow Social Media Kami

KomentarAnda