HARIAN.NEWS, MAKASSAR – Lembaga Anti Korupsi Sulawesi (Laksus) bersama Masyarakat Peduli Konsumen Indonesia (Maspekindo) Sulawesi Selatan menyerahkan daftar sembilan brand skincare yang diduga berbahaya kepada Polda Sulawesi Selatan.
Penyerahan ini dilakukan sebagai bagian dari persiapan razia besar-besaran terhadap produk skincare yang beredar di wilayah Sulsel.
Dalam daftar tersebut, tercantum sejumlah brand ternama seperti FF, Ratu Glow, NRL, MH, hingga AF. Direktur Laksus, Muhammad Ansar, mengatakan langkah ini penting untuk memastikan apakah produk-produk skincare ini aman bagi konsumen.
“Brand-brand ini harus diperiksa dengan teliti untuk melihat ada tidaknya kandungan bahan berbahaya dalam produk mereka,” ujar Ansar, Senin (28/10/2024).
Ansar menambahkan bahwa kesembilan brand skincare tersebut disarankan untuk diuji di laboratorium BPOM RI agar dapat ditetapkan statusnya secara resmi.
“Uji laboratorium BPOM harus dipublikasikan secara terbuka sehingga masyarakat tahu mana produk yang mengandung bahan berbahaya dan mana yang aman,” ungkapnya.
Ia juga menegaskan, jika ditemukan produk yang melanggar, harus segera dilakukan tindakan isolasi dan pelarangan penjualan.
“Produk berbahaya ini harus segera dinyatakan sebagai produk terlarang agar tidak bisa beredar lagi di pasaran,” tegas Ansar.
Selain itu, Ansar meminta agar pemilik brand skincare yang terbukti melanggar dikenakan sanksi hukum. Menurutnya, sanksi ini diperlukan untuk menghentikan peredaran produk-produk berbahaya di Sulsel.
“Pemilik brand skincare yang melanggar harus dikenakan pidana sesuai UU Kesehatan dan UU Perlindungan Konsumen,” tambahnya.
Laksus dan Maspekindo Sulsel akan menyerahkan sembilan brand skincare ini, termasuk FF milik Fenny Frans, Ratu Glow milik Agus Salim Buchar, MH milik Mira Hayati, NRL milik Nurul, dan AF milik Abhel Figo.
Empat brand lainnya, yakni TT Glow, SYR milik Syahraeni, MH milik Mimi Hamsyah, dan Jeng Ranti, juga masuk dalam daftar tersebut.
Laporan ini muncul setelah keluhan dari warga Kecamatan Ujungtanah, Kota Makassar, terkait aktivitas peracikan kosmetik yang dilakukan oleh brand AF secara ilegal dan tidak sesuai standar BPOM.
Warga sudah melayangkan aduan sejak tahun lalu kepada aparat kelurahan dan kecamatan, tetapi tidak ada tindakan lanjutan.
Aktivitas peracikan kosmetik ilegal ini juga dilaporkan ke BPOM dan kepolisian, namun hingga kini belum ada tindakan konkret.
Tahun 2022, AF termasuk dalam daftar 11 brand kosmetik ilegal yang dilaporkan ke BPOM. Produk AF diduga tidak memiliki izin edar resmi.
TT Glow juga diduga menjual produk secara masif tanpa izin dan melakukan peracikan sendiri tanpa tenaga ahli yang memenuhi standar.
Ketua Maspekindo Sulsel, Mulyadi, menegaskan bahwa tindakan pidana dapat dikenakan jika peracikan kosmetik terbukti ilegal.
Selain kasus produk berbahaya, pegiat antikorupsi menduga ada aliran “jatah preman” dari para pemilik brand kosmetik kepada oknum aparat.
Dugaan ini muncul karena sulitnya menghentikan peredaran kosmetik ilegal di Sulsel. Aktivis antikorupsi Mulyadi menyatakan ada hasil investigasi yang menunjukkan aliran dana hingga ratusan juta per bulan.
“Kami menduga adanya keterlibatan oknum aparat yang menerima jatah preman dari pemilik kosmetik, sehingga bisnis ilegal ini berjalan tanpa hambatan,” ujar Mulyadi.
Ia menambahkan bahwa pihaknya masih mengumpulkan bukti-bukti kuat untuk melaporkan dugaan aliran dana ini.
Ia juga menyoroti adanya hubungan yang terstruktur antara pemilik brand dengan oknum aparat.
“Para pemilik brand ini secara terstruktur memberikan setoran yang mengalir ke oknum aparat sebagai ‘pelindung’ mereka,” jelas Mulyadi.
Akibat perlindungan ini, bisnis skincare ilegal berkembang pesat dan sulit tersentuh hukum. Sejak dua tahun terakhir, berbagai laporan terkait kosmetik ilegal terus diajukan, namun tidak ada satu pun yang ditindaklanjuti secara serius.
Mulyadi menyebutkan bahwa pemilik brand kosmetik ilegal ini bahkan telah membangun jaringan di berbagai otoritas.
Mereka mengalirkan “jatah preman” kepada oknum aparat untuk memuluskan bisnis mereka yang berpotensi berbahaya bagi konsumen.
Ia menjelaskan bahwa perputaran bisnis kosmetik ilegal ini bisa mencapai miliaran rupiah per bulan, terutama untuk brand besar yang sudah dikenal.
“Untuk brand menengah saja, omzetnya bisa mencapai ratusan juta rupiah per bulan,” ungkapnya.
Maspekindo dan Laksus juga melaporkan kasus ini ke Direktorat Jenderal Pajak terkait dugaan manipulasi pajak dan pencucian uang oleh pemilik brand.
Kasus ini diharapkan mendapat perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk BPOM dan kepolisian.
Kabid Propam Polda Sulsel, Kombes Pol Zulham Efendi Lubis, menanggapi dugaan adanya jatah preman dari pemilik skincare kepada oknum aparat.
Ia menyatakan bahwa pihaknya tengah melakukan pengecekan terkait isu tersebut.
Maspekindo Sulsel juga menantang BPOM RI untuk bersikap terbuka terkait brand skincare berbahaya. Mereka meminta BPOM mempublikasikan identitas pemilik skincare berbahaya agar konsumen dapat lebih waspada dan terhindar dari risiko kesehatan.
Menurut Mulyadi, langkah terbuka dari BPOM akan sangat membantu masyarakat dalam memilih produk skincare yang aman.
Hal ini juga mempermudah penyelidikan polisi jika ada tindak lanjut terhadap brand kosmetik berbahaya.
Mulyadi meyakini bahwa BPOM sudah mengantongi nama-nama pemilik brand kosmetik yang masuk dalam daftar hitam, serta identifikasi jenis produk yang mereka edarkan.
Pembukaan data ini dinilai penting untuk melindungi konsumen dari bahaya produk skincare ilegal.
Baca berita lainnya Harian.news di Google News