JAKARTA, HARIANEWS.COM – Pemuda Indonesia Center (PIC) Anggap tragedi di stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya pada Sabtu (1/10/2022) malam adalah peristiwa terburuk sepanjang sejarah sepak bola Indonesia dan mendesak Kapolri mengambil langkah tegas untuk mencopot jabatan Kapolda Jawa Timur dan Kapolres Malang.
Insiden yang menewaskan setidaknya 129 orang meninggal dunia dan 168 lainnya luka dan di rawat di berbagai rumah sakit di Malang dan sekitarnya menimbulkan keprihatinan publik dan menjadi pukulan keras dunia sepak bola Indonesia.
Ketua Umum Pemuda Indonesia Center (PIC), Ahmad Rifaldi Mustamin menyampaikan turut bela sungkawa dan mengatakan bahwa insiden tewasnya ratusan suporter sepak bola itu merupakan peristiwa terburuk dalam sejarah sepak bola Indonesia.
Baca Juga : Kapolri Bersurat ke Imigrasi, Minta Pencekalan Firli Diperpanjang 6 Bulan
“Kami merasakan kesedihan yang mendalam atas kejadian tersebut dan turut berbela sungkawa atas banyaknya korban. Insiden tewasnya ratusan suporter sepak bola di Kanjuruhan Malang adalah cerminan dari buruknya pengelolaan manajemen olahraga dan sistem pengamanan di Indonesia,” ujar pria yang akrab disapa Rifaldi tersebut dalam siaran pers yang diterima harianews.com.
Menurutnya, kasus tewasnya suporter sepak bola bukan hanya kali ini saja. Sebelumnya juga sempat menimpa dua suporter Persib Bandung beberapa waktu lalu namun sanksi dan proses hukumnya hingga sampai hari ini tidak terbuka ke publik dan tidak diketahui akhirnya.
Terkait dengan peristiwa yang terjadi di stadion Kanjuruhan Malang, Ketua Umum PIC menilai pihak panitia penyelenggara maupun kepolisian gagal menjalankan tugasnya dan harus mampu bertanggung jawab atas kejadian tersebut.
Baca Juga : Heboh Jampidsus Diduga Dikuntit Densus, Kapolri Pastikan tak ada Masalah Apa-apa
“Stop berbicara prestasi sepakbola jika pengelolaannya saja masih buruk dan SOP pengamanan pihak kepolisian menjadi sorotan utama dalam menangani kerusukan dilapangan yang jelas jelas penggunaan gas air mata telah dilarang dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations Pasal 19 huruf b. Hal itu menunjukkan bahwa Kepolisian telah gagal menjalankan tugas pengamanannya yang berujung pada hilangnya ratusan nyawa suporter dan hal ini harus dipertanggung jawabkan,” ungkap Rifaldi
Rifaldi juga mengutarakan bahwa Kapolri harus mengambil tindak tegas terhadap pihak yang harusnya bertanggungjawab atas kejadian ini, baginya Kapolda Jawa Timur dan Kapolres Malang telah lalai dalam menjalankan penjaminan keamanan dan kenyamanan terhadap suporter sehingga mereka pantas dan sangat layak diberhentikan dari jabatannya.
“Jelas bahwa kesalahan aparat adalah bukti kelalaian dari Kapolda Jatim dan Kapolres Malang yang tidak mampu mengarahkan anggotanya untuk lebih baik dalam menangani hal-hal semacam ini hingga harus menewaskan ratusan suporter. Kapolri harus bertindak tegas untuk mencopot Jabatan Kapolda Jawa Timur dan Kapolres Malang atas imbas dari Insiden tersebut,” tegas Rifaldi.
Baca Juga : Pj Bahtiar Baharuddin: Atas Nama Pemprov dan Warga Sulsel Terima Kasih Kepada Kapolda dan Pangdam
Sebelumnya Kapolda Jatim, Irjen Pol Nico Afinta dalam jumpa persnya Minggu (2/10), mengatakan, selama 2×45 menit pertandingan berjalan lancar tanpa gejolak berarti.
Insiden kemudian tejadi usai peluit pertandingan dibunyikan, karena sejumlah suporter diduga tak puas dengan hasil itu turun dari tribun lalu merangsek masuk ke dalam lapangan.
“Masalah terjadi usai pertandingan, mereka kecewa kalah di kandang sendiri sebelumnya selama 23 tahun tak pernah kalah,” kata Kapolda Jatim.
Baca Juga : Pengurus SMSI Sulsel Hadiri “Open House” Kapolda Sulsel Andi Rian
Hal itu menggerakkan penonton lainnya turun ke tengah lapangan untuk mencari pemain dan ofisial Arema FC guna melampiaskan kekecewaannya. Dalam prosesnya, sambung Nico, hal itu dinilai membahayakan keselamatan tim Persebaya maupun Arema.
Petugas keamanan yang berusaha menghalau tak digubris. Situasi kacau tak terkendali, bahkan ada beberapa petugas yang mendapat pukulan dari suporter. Karena itulah petugas kepolisian kemudian melepaskan tembakan gas air mata.
“Mereka pergi ke satu titik di pintu 12 kemudian ada penumpukan dan di sana (menyebabkan) kekuarngan oksigen, sesak napas. Tim medis di dalam stadion berupaya menolong,” ungkap Nico.
Ia mengatakan, tidak semua dari total 42 ribu penonton yang memenuhi Stadion Kanjuruhan berbuat anarkis. Diperkirakan ada sekitar 3 ribu penonton yang merangsek masuk lapangan. “Jadi kalau semua patuh aturan maka kami akan kerja baik,” sambungnya.
Baca berita lainnya Harian.news di Google News