Arwan Sarkasih (26) dari komunitas lingkungan Bialo menegaskan bahwa data audit akan segera diserahkan kepada Pemerintah Daerah Bulukumba untuk ditindaklanjuti.
“Kami berharap Pemda segera mengirim surat ke lima produsen terbanyak yang ditemukan di lapangan,” tegasnya.
Sampah Sungai Akibat Minimnya Fasilitas dan Sistem Pengelolaan
Baca Juga : Lindungi Mangrove dari Jeratan Sampah Plastik, Pantai Timur Surabaya Butuh Pagar Laut
Menurut Aedil Faizin (26) dari Komunitas Siring Bambu, sebagian besar sampah ditemukan di bawah jembatan karena tidak adanya fasilitas pengelolaan sampah.
“Masyarakat membuang sampah ke sungai karena tak ada alternatif. Brand audit ini mendesak produsen untuk berinovasi, seperti mengganti kemasan dengan yang lebih ramah lingkungan,” ujarnya.
Fakta Mengejutkan: 88 Persen Sampah Tak Masuk TPA
Baca Juga : Ikan Sungai Balantieng Tercemar Mikroplastik, Aktivis Serukan Stop Buang Sampah ke Sungai
Data dari Ecoton, lembaga yang aktif mengadvokasi isu lingkungan, menyebutkan bahwa Kabupaten Bulukumba menghasilkan sekitar 300 ton sampah per hari.
Jumlah ini dihitung berdasarkan konsumsi rata-rata nasional 0,68 kg/orang/hari dikalikan dengan jumlah penduduk Bulukumba sekitar 475 ribu jiwa.
Namun, hanya sekitar 12 persen (40 ton) yang tertangani oleh TPA Borongmanempa, sisanya sebanyak 88 persen sampah dibuang sembarangan atau dibakar, ungkap Firly Mas’ulatul Janah, peneliti dari Ecoton.
Baca Juga : Sinjai Dorong Setiap Desa Punya Bank Sampah, DLHK Siapkan Edaran Resmi
“Fakta ini menunjukkan betapa seriusnya persoalan sampah di Bulukumba. Sungai seharusnya nihil dari sampah jika mengacu pada **PP 22 Tahun 2021 tentang Baku Mutu Lingkungan,” tambah Firly.
Firly juga mendesak Pemda Bulukumba segera merancang Peraturan Daerah tentang Pembatasan Plastik dan menggandeng DPRD serta kepala desa agar seluruh elemen turut aktif dalam pengendalian sampah plastik.
Solusi Mendesak: Dorongan untuk Extended Producer Responsibility (EPR)
Baca Juga : Minimalisir Penumpukan Sampah Plastik, Camat Panakkukang Minta Pegawai Kumpulkan Botol Bekas
Brand audit ini menjadi bukti kuat bahwa tanggung jawab pengelolaan sampah plastik harus melibatkan produsen.
Pemerintah daerah didorong untuk memperketat pengawasan dan mendorong implementasi sistem Extended Producer Responsibility (EPR) sebagai solusi jangka panjang.
Dengan keterlibatan berbagai pihak, termasuk produsen, pemerintah, komunitas, dan masyarakat, diharapkan polusi plastik yang mencemari sungai dan lingkungan Bulukumba dapat ditekan secara signifikan demi masa depan yang lebih lestari. ***
Baca berita lainnya Harian.news di Google News
