HARIAN.NEWS, MAKASSAR – Forum Komunitas Hijau (FKH) mendesak adanya Audit Tata Ruang menyusul maraknya kasus pelanggaran lingkungan hidup di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Hal ini disampaikan oleh Ahmad Yusran, perwakilan FKH, dalam konferensi pers pada Jumat, 31 Januari 2025. Menurutnya, kasus-kasus lingkungan hidup di Maros meliputi pembalakan liar, perambahan hutan, pencemaran lingkungan, dan kerusakan ekosistem yang telah menimbulkan dampak serius.
Yusran menegaskan bahwa penegakan hukum pidana lingkungan merupakan opsi terakhir (ultimum remedium) dalam upaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup.
“Unsur penegakan hukum tidak terjadi begitu saja. Ada motif dan modus operandi yang melibatkan baik perorangan maupun korporasi,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya Audit Tata Ruang sebagai langkah preventif untuk memeriksa dan mengevaluasi data spasial serta dokumen pendukung guna mengidentifikasi indikasi pelanggaran.
Audit Tata Ruang, yang diatur dalam Permen ATR/BPN No. 17 Tahun 2017, diharapkan dapat menjadi acuan dalam mengevaluasi kesesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang yang ada.
Baca Juga : Hutan Mangrove di Maros Ditebang, Diduga Ada Mafia Tanah di Baliknya
“Audit ini wajib dilakukan, terutama ketika ada laporan masyarakat, kejadian bencana, atau dugaan pelanggaran pemanfaatan ruang,” jelas Yusran.
Ia menambahkan, audit tersebut mencakup penilaian kesesuaian izin, rencana tata ruang, serta penutupan akses ilegal.
Kasus terbaru yang mencuat adalah dugaan pelanggaran pemanfaatan lahan di kawasan pesisir pantai Kabupaten Maros. Seorang warga setempat mengklaim memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diterbitkan oleh Kantor ATR/BPN Maros atas lahan seluas 2 hektare di kawasan hutan mangrove.
Baca Juga : Kerusakan Hutan Mangrove di Maros, SHM Diterbitkan, Mafia Tanah Diduga Terlibat
Baca berita lainnya Harian.news di Google News
