Logo Harian.news

Kerusakan Hutan Mangrove di Maros, SHM Diterbitkan, Mafia Tanah Diduga Terlibat

Editor : Andi Awal Tjoheng Rabu, 29 Januari 2025 18:16
Foto: Aktivis lingkungan, Muh. Yusran melakukan pemantauan di lokasi pembabatan mangrove ||handover
Foto: Aktivis lingkungan, Muh. Yusran melakukan pemantauan di lokasi pembabatan mangrove ||handover

HARIAN.NEWS,MAROS – Di tengah ancaman perubahan iklim yang semakin nyata, kerusakan lingkungan hidup terus terjadi, salah satunya di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Ribuan pohon mangrove di Desa Nisombalia, Kecamatan Marusu, dibabat habis secara ilegal.

Yang lebih memprihatinkan, di lokasi yang sama, Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Maros justru menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama Ambo Masse dengan nomor sertifikat 02974 dan luas lahan 28.055 meter persegi.

Padahal, pada April 2018, Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (Gakkum) Direktorat Jenderal Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sulawesi telah menangani kasus serupa, yaitu pembabatan hutan mangrove seluas satu hektar di Dusun Kuri Lompo, Desa Nisombalia.

Baca Juga : Sinjai Dorong Setiap Desa Punya Bank Sampah, DLHK Siapkan Edaran Resmi

Kini, kasus serupa terulang, dan penerbitan SHM di area yang seharusnya dilindungi menimbulkan tanda tanya besar.

Tata Ruang dan Ancaman Perubahan Iklim

Ayu Wahyuni, pemerhati tata ruang di Kabupaten Maros, menegaskan bahwa tata ruang memiliki peran krusial dalam mengatur pemanfaatan lahan, baik untuk kebutuhan saat ini maupun masa depan.

Baca Juga : Wakil Bupati Gowa Tinjau Progres Program Gowa Bersih

Menurutnya, pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang harus dilakukan secara ketat, terutama di daerah yang rentan terhadap dampak perubahan iklim seperti abrasi pantai.

“Tata ruang bukan hanya tentang pembangunan, tetapi juga tentang menjaga kelestarian lingkungan. Diperlukan mekanisme insentif yang baik untuk mendorong masyarakat mempertahankan lahan hijau. Ini penting untuk mengurangi dampak perubahan iklim, seperti ancaman abrasi, serta dampak sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat,” ujar Ayu, Rabu (29/1/2025).

Ayu juga mengungkapkan bahwa pemerintah pusat sebenarnya telah berkomitmen menyelesaikan ketidaksesuaian pemanfaatan ruang melalui kebijakan satu peta (one map policy).

Baca Juga : IPW Kritik TNI AD atas Intervensi Penegakan Hukum di Solok & Medan

Hingga 2024, pemerintah berhasil menyelesaikan ketidaksesuaian pemanfaatan ruang seluas 19,97 juta hektare dari total 77,38 juta hektare pada 2019. Namun, di tingkat daerah, praktik mafia tanah masih marak terjadi, termasuk di Kabupaten Maros.

Baca berita lainnya Harian.news di Google News

Redaksi Harian.news menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: [email protected]
Halaman
Penulis : MUH YUSUF YAHYA

Follow Social Media Kami

KomentarAnda