Demikian pula dengan keadaan perpolitikan yang kompleks, hanya memperdebatkan soal kepentingan. Ilmu pengetahuan juga sangat membutuhkan pendalaman dan sebagainya.
Semua saling terkait, tidak berdiri sendiri dan membutuhkan proses yang tidak sebentar. Setiap kebijakan ada yang pro dan kontra. Jadilah saksi tentang pencapaian demi pencapaian yang diraih.
Efek domino, saling serang dan melempar kalimat kebencian “ psy warna ”, mengakibatkan masyarakat seakan terbelah dengan sebutan “ Ternak Mulyono ” dan “ Anak Abah ”. Tak ubahnya perang merk dagang.
Baca Juga : BPJS dan Jerit Senyap yang Luput
Sampai kapan kelemahan yang dipertontonkan kita umbar dan pada akhirnya dijadikan celah masuk oleh pihak-pihak yang memanfaatkan isu ketidakharmonisan sebagai politik adu domba.
Jika dicermati lebih dalam, sekelompok orang-orang terpelajar, terdidik dan memiliki skill, mereka menyadari kekeliruan yang terjadi di arus bawah.
Akibat buzzer membagikan informasi, video yang telah diedit sedemikian rupa, seolah-olah benar terjadi. Sengaja menciptakan ruang adu argumen tepatnya adu mulut melalui cuitan di twiter, tiktok, dengan bebas.
Baca Juga : Pendengung dan Pemengaruh
Ada sasaran yang hendak dijadikan perolehan clikbait, pembajakan emosi atas rasionalitas. Lama kelamaan manusia terbiasa menjadi psikopat kehilangan empati. Minim ilmu cenderung tidak peduli dan melanggar rambu. Simulasi dan latihan sangat dianjurkan.
Kebebasan berpendapat, menyuarakan tuntutan yang kebablasan tidak menafikan hukum. Berdemokrasi bukan bebas tanpa batas.
Seharusnya kita kawal pemerintah menjalankan program-program yang prioritas, mensejahterakan masyarakat.
Baca Juga : Dampak AI bagi Kaum Minoritas
Baca berita lainnya Harian.news di Google News
