HARIAN.NEWS, MAKASSAR – Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu Komisi Pemilihan Umum (KPU) Makassar Sri Wahyuningsih, merupakan satu-satunya perempuan dalam jajaran komisioner KPU Makassar periode 2023-2028.
Ia dilantik bersama, empat komisioner lain diantaranya Muh Abdi Goncing, Hambaliie, Andi Muhammad Yasir Arafat, dan Sapri di Aula Utama Gedung KPU RI, Sabtu (30/12/2023) lalu.
Sri nama karibnya, saat bertemu dengan Harian.News di kantor KPU Makassar, Ia terlihat sangat hamble, mengenakan kemeja hitam, dipadukan jilbab ungu dengan motif kembang kemuning abu-abu bertangkai coklat.
Baca Juga : Appi Melesat: Calon Kuat Pemimpin Golkar Sulsel
Nama Sri, kerap bertengger di media online dan cetak setiap kali ada persoalan yang tengah terjadi sebelum dan sesudah Pemilu yang digelar 14 Februari lalu.
Tak heran, sebab Sri salah satu dari Komisioner KPU yang paling cekatan menjelaskan pertanyaan dari awak media dan netizen.
Tentang Pemilu lalu, Sri menjelaskan pemilu kali ini memliki banyak persoalan yang terjadi, baik keterlambatan logistik, hingga Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kota Makassar yang menjadi pelajaran dan catatan penting untuk pihaknya.
Baca Juga : Sukseskan Coklit, Danny Minta Masyarakat Pro-Aktif Cek Data
“Memang pemilihan ini, banyak masalahnya, dari logistik sampai harus ada 10 TPS yang lakukan PSU dan itu memang dari pihak kami, kami agak sedikit telat dalam mendistribusikan tapi efeknya luar biasa,” jelasnya dengan suara sedikit rendah.
Selain itu, ada 6 pramugari ikut mencoblos di TPS kelurahan Baru berujung PSU. Tak hanya itu, beredar isu penggelembungan suara di TPS 40 Kelurahan Katimbang, Kecamatan Biringkanaya, kota Makassar.
“Baru-baru inikan ada isu penggelembungan, karena beda suaranya tapi kami sudah ke sana dan sudah teratasi tidak ada yang seperti itu, hampir setiap hari selalu ada isu yang memunculkan masalah, kami tetap profesional dan berhati-hati menyelesaikan,” jelasnya.
Baca Juga : Jokowi-Gibran tak Diundang Rakernas, PDIP: Pelanggar Konstitusi Bukan Lagi Kader
Lantas, siapa Sri Wahyuningsih? Sosok perempuan tunggal di tengah deretan persoalan yang dihadapi KPU Makassar saat Pemilu 14 Februari itu?
Sebelum terjun ke dunia penyelenggara, Sri merupakan advokat yang tergabung dalam Lembang Bantuan Hukum (LBH) Kota Makassar.
Awal mula terjun ke dunia penyelenggara, perempuan penggemar sambel ini, menjadi salah satu anggota Panitia Pengawas Pemilu Kota Makassar tahun 2017 dan Bandan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Makassar pada 2018 lalu, sebagai pengganti antarwaktu (PAW) Nur Muthmainnah.
Baca Juga : Erwin Aksa, Blak-Blakan Strategi Kemenangan di Dapil Neraka Pileg Jakarta
Sebelumnya Sri juga merupakan aktivis perempuan dan pemerhati anak di Makassar.
Sri bercerita, menjadi bagian penyelenggara Pemilu, Ia tidak memiliki cara pandangnya sendiri. Sebelumnya, Ia kerap bertanya tentang ketidak sesuaian dalam penyelenggaraan Pemilu, kemudian kini mengambil bagian di dalamnya.
“Setelah di dalam, saya menyadari bahwa setiap yang dilakukan oleh pihak KPU selalu sesuai dengan regulasi yang ada,” katanya.
“Kalau kita tidak di dalam (KPU), kita pasti bertanya tanya, kenapa begini kenapa begitu, setelah menjadi bagian dari KPU mulai dari tanggal Pemilu hingga kapan batas pengumpulan suara dan apa dikerjakan sudah diatur jauh-jauh hari oleh Undang Undang (UU),” lanjut Sri.
Selain itu, menjadi perempuan dalam dunia penyelenggara tidaklah mudah. Ia menyebut, harus memiliki support system lebih dibandingkan pekerja yang lain.
“Kita tidak menentu pulangnya, tidak waktu kantor di mana pergi pagi, pulang sore, kita kadang pulangnya malam atau dini hari, itu sebabnya dukungan keluarga sangat dibutuhkan,” katanya.
Beberapa kali, kata Sri tanpa menyebutkan nama, dirinya pernah mendapatkan ancaman, menuntut suara salah suara jagoan mereka harus dimenangkan, melalui chat dari tim sukses.
“Tentu pernah ya, itu sudah biasa untuk penyelenggara seperti kami, karena begini, itu KPU kalau suara jagoan mereka tinggi, mereka akan suka kita. Kalau suara jagoan mereka rendah ya kita salah, kan begitu sudut pandangnya,” ujarnya.
Ia bahkan mengaku kadang dirinya merasa khawatir dalam perjalanan pulang ke rumah.
“Saya juga berpikir seperti itu ya, saya juga takut kalau dalam perjalanan pulang terus ditahan, saya pernah tanya ke pak Polisi kalau harus selalu stand by Handphonenya, karena klau ada apa-apa di jalan saya langsung telepon,” jelasnya dengan tawa kecil untuk mencairkan suasana.
Kendati begitu banyak pekerjaan yang menjanjikan keamanan untuk perempuan, Sri tetap memantapkan tekadnya terus berjuang di penyelenggara KPU Makassar.
Hal tersebut dikarenakan, sebagai perempuan berlatar belakang advokat, Ia merasa perempuan perlu untuk ikut di dalam proses pemilu.
“Iya, banyak pekerjaan untuk perempuan, tapi harus ada keterwakilan perempuan juga untuk ikut mengawal pemilu dari dalam, sekalipun ada dari luar, kita hanya perlu mendapatkan dukungan dari semua sisi,” tegasnya
Sri juga mengajak perempuan di mana saja untuk ikut andil dan tidak ragu mengambil peran di dunia publik, termasuk politik, tanpa merasa takut karena dibayang-bayangi sebagai perempuan.
Profil Sri Wahyuningsih
Nama : Sri Wahyuningsih
TL : Pinrang 16 Februari 1973
Pendidikan:
– SD Tauladan Pongtiku Makassar
– SMPN 4 Makassar
– SMA 7 Makassar
– Strata 1 Hukum UNHAS tahun 1997
Jejang Karir : Advokat, Aktivis Perempuan dan anak, serta LBH Makassar dan Bawaslu kota Makassar tahun 2018.
Baca berita lainnya Harian.news di Google News
