HARIAN.NEWS, GOWA – Pasca pelantikan kepala daerah serentak beberapa bulan lalu, ada frasa yang sering lewat di beranda sosial media.
Frasa tersebut berbunyi “Orang buta jika sudah melihat yang pertama dibuang adalah tongkatnya”.
Ndak tahu persis apa makna frasa tersebut. Tapi dugaan yang paling masuk akal adalah kecemasan warga terhadap etika politik bagi para pejabat publik setelah mereka memangku jabatan.
Baca Juga : Semangat Sumpah Pemuda di Era Validasi
Warganet mengungkapkan secara satire dengan menggunakan metaphor, tongkat pejabat publik adalah rakyat, yang menjadi penopang legitimasi kekuasaan dan letitimasi moral.
Secara metafora, “orang buta” melambangkan seseorang yang sebelumnya hidup dalam ketidaktahuan, keterbatasan, atau bergantung pada bantuan orang lain atau alat bantu, dalam hal ini “tongkat”.
Ketika ia “sudah melihat”, itu berarti ia telah mendapatkan pencerahan, pengetahuan, atau kemampuan baru untuk berjalan sendiri.
Baca Juga : Mutasi Bukan Sekadar Pindah Jabatan: Refleksi Akademik atas Dinamika Pemerintahan yang Sehat di Takalar
Namun, “yang pertama dibuang adalah tongkatnya” menunjukkan bahwa sering kali, setelah seseorang merasa telah berubah menjadi lebih baik atau lebih kuat, ia justru melupakan, meninggalkan, atau meremehkan hal-hal yang dulu sangat berjasa membantunya.
Jadi, makna metafora ini adalah manusia sering lupa saat berhasil, mereka cenderung meninggalkan orang yang pernah berjasa, melupakan nilai, atau sarana yang dulu menopang mereka di masa sulit.
Hal ini bisa jadi kritik terhadap sikap tidak tahu diri, tidak tahu balas budi, atau lupa asal-usul setelah meraih keberhasilan.
Baca Juga : Menanggapi Orang Bodoh: Antara Imam Syafi’i & Stoikisme
Baca berita lainnya Harian.news di Google News
